JOM BOOKCAFE

Ahad, 29 September 2013

PAKU YANG LEKAT DI HATI~



Berbicara dan menyatakan pendapat,mengkritik dan memberikan nasihat,semuanya terangkum dalam kefasihan seseorang insan menyampaikan idea dan melontarkan pandangan .Namun dalam keghairahan berkomunikasi,terkadang keasyikan bersuara menyebabkan kita terlupa diri  sehingga melanggar batas bicara.Tidak sedikit insan  yang terluka dek keterlanjuran kata,ada yang terasa dek kebiadapan kita meninggikan suara tanpa usul periksa dan tidak kurang yang menimbulkan kedegilan hati akibat kebodohan kita mengenal  hikmah dalam memimpin tatasusila manusia.Setelah penyesalan dinyatakan,setelah maaf dipohon maka  ikatan ukhuwah bertaut kembali.Namun bak kata pepatah,terlajak perahu boleh diundur terlajak kata buruk padahnya.Persoalan yang dibangkitkan “apakah seperti dulu ukhuwah itu”.Ikutilah cerita pendek di bawah...moga ibrah daripada cerita ini membuka hati mengenal diri..membaiki diri sebelum menuding jari....

“ Jangan suka menyakiti hati orang lain dengan kata-kata kita,” nasihat seorang ibu kepada anaknya.
“Saya tahu itu salah, ibu. Tapi, saya akan cepat minta maaf.Itu salah satu kelebihan juga ibu,” kilas si anak.
“Tetapi perbuatan kamu itu menyakitkan hati orang, anakku,” kata ibu itu lagi.
“Saya rasa tidak.Selepas minta maaf, segala-galanya langsai,bu.” Si ibu berfikir.Apakah cara untuk menyedarkan anaknya daripada sifat buruk ini?. “Kalau begitu,kami ikut cadangan ibu ini.Moga kamu akan fahami maksud ibu nanti.” Tanpa membantah anak itu bersetuju.
“Begini, setiap kali kamu menyakiti hati seseorang, kamu ketuk sebilah paku ke dinding ini,kemudian,setelah kamu meminta maaf,kamu cabut semula paku yang kamu ketuk itu!”. “Baik ibu.”
Beberapa bulan berlalu,mereka sama-sama menghadap dinding tersebut. “Lihat ibu, mana ada paku yang tinggal?” Ujar si anak dengan bangga. “Semuanya telah dicabut. Memang ramai orang yang saya sakiti hati mereka,tetapi semuanya telah memaafkan saya setelah saya minta maaf.”
“Betul kamu sudah minta maaf dan mereka telah memaafkan, tapi sedarkah kamu …..?”
“Maksud ibu?”
“Cuba kamu tengok dinding ni. Semuanya sudah tebuk,calar dan “berkematu”. Itulah hati-hati yang telah kamu sakiti.Walaupun kamu sudah dimaafkan, tetapi kesan perbuatan buruk itu masih berbekas di hati mereka. Hati yang dilukai ada parutnya, anakku…”
Si anak merenung dinding yang tebuk-tebuk itu. Sudah tidak indah lagi seperti asalnya.Begitukah hati-hati orang yang telah aku sakiti?


Pengajaran
Meminta maaf adalah perbuatan terpuji.Tetapi berusaha agar kita tidak terpaksa meminta maaf           (Maksudnya menghindarkan diri daripada menyakiti hati orang lain) jauh lebih terpuji. Ya, luka di hati itu lebih sukar diubati daripada luka di tangan.

Sabtu, 28 September 2013

SLOT MOTIVASI BERSAMA USTAZ SOLHI : PROGRAM QIAMULLAIL 2013 MASJID TERAPUNG.




Masa yang terluang hari ini terisi dengan slot motivasi yang disampaikan oleh Ustaz Solhi Bin Mohd Sharif.Program Qiamullail yang berlangsung selama dua hari di Masjid Terapung Tanjung Bunga diharapkan dapat menyuntik semangat kepada semua calon PMR dan SPM tahun 2013.Banyak perkara yang disentuh dan banyak juga hati yang tersentuh.Kepada ibu bapa yang hadir bersama anak-anak,semoga keprihatinan anda menjadi penyumbang kepada tercapainya cita anak remaja anda ,menjadi anak yang solih dan berjasa.Memahami dan mengenali diri,itulah antara gambaran umum yang dibawa oleh ustaz Solhi dalam slot motivasinya.Beberapa teori perkembangan psikososial manusia yang dikupas dalam sesi motivasi ustaz Solhi amat membantu dalam mencari penyelesaian masalah kehidupan khususnya yang berkaitan alam remaja.Apapun,disini penulis ingin lampirkan beberapa nota  teori psikosial remaja yang disentuh semasa sesi motivasi Ustaz Solhi khususnya teori psikososial erikson.Penerangan yang jelas tentang  remaja dan slide di bawah sekadar "merefresh minda"..

Jumaat, 27 September 2013

BAHAN KURSUS : STRATEGI PENGAJARAN BERKESAN BM (SEKOLAH MENENGAH)

Bahan pembentangan kursus KPKI (Kursus Pendek Kelolaam Institut) yang berlangsung di Lake Town Resort Bukit Merah (25-27 September 2013)  boleh di download melalui link di bawah.Klik link di bawah untuk muat turun.

Bahan Kursus :Strategi Pengajaran Berkesan Bahasa Melayu (Sekolah Menengah)


Ahad, 22 September 2013

SOLAT MALAM ANJURAN SMK TANJONG BUNGA & MASJID TERAPUNG TANJUNG BUNGAH




Konsep Tawakkal
Tawakkal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya.” (Ath Tholaq: 2-3)

Makna Bertawakkal Kepada Allah
Banyak di antara para ulama yang telah menjelaskan makna Tawakkal, diantaranya adalah Al Allamah Al Munawi. Beliau mengatakan, “Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang diTawakkali.” (Faidhul Qadir, 5/311). Ibnu ‘Abbas radhiyAllahu’anhuma mengatakan bahwa Tawakkal bermakna percaya sepenuhnya kepada Allah Ta’ala. Imam Ahmad mengatakan, “Tawakkal berarti memutuskan pencarian disertai keputus-asaan terhadap makhluk.” Al Hasan Al Bashri pernah ditanya tentang Tawakkal, maka beliau menjawab, “Ridho kepada Allah Ta’ala”, Ibnu Rojab Al Hanbali mengatakan, “Tawakkal adalah bersandarnya hati dengan sebenarnya kepada Allah Ta’ala dalam memperoleh kemashlahatan dan menolak bahaya, baik urusan dunia maupun akhirat secara keseluruhan.” Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Tawakkal yaitu memalingkan pandangan dari berbagai sebab setelah sebab disiapkan.”

Mendapatkan Kebaikan dan Menghindari Kerosakan
Ibnul Qayyim berkata, “Tawakkal adalah faktor paling utama yang mampu mempertahankan seseorang ketika tidak memiliki kekuatan dari serangan makhluk lainnya yang menindas serta memusuhinya. Tawakkal adalah sarana yang paling ampuh untuk menghadapi keadaan seperti itu, kerana ia telah menjadikan Allah sebagai pelindungnya atau yang memberinya kecukupan. Maka barang siapa yang menjadikan Allah sebagai pelindungnya serta yang memberinya kecukupan, maka musuhnya itu tak akan mampu mendatangkan bahaya padanya.” (Bada’i Al-Fawa’id 2/268)
Bukti yang paling baik adalah kejadian nyata, Imam Al Bukhori telah mencatat dalam kitab shohih beliau, dari sahabat Ibnu Abbas rodhiyAllahu anhuma, bahwa ketika Nabi Ibrahim dilemparkan ke tengah-tengah api yang membara beliau mengatakan, “HasbunAllahu wa ni’mal wakiil.” (Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung). Perkataan ini pulalah yang diungkapkan oleh Rosululloh ShollAllahu ‘alaihi wa sallam ketika dikatakan kepada beliau, Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berencana untuk memerangimu, maka waspadalah engkau terhadap mereka.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam bab Tafsir. Lihat Fathul Bari VIII/77)
Ibnu Abbas berkata, “Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia dilemparkan ke tengah bara api adalah: ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah sebaik-baik pelindung’.” (HR. Bukhori)

Bertawakkal Kepada Allah Adalah Kunci Rezeki
Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim)
Dalam hadits yang mulia ini Rasululloh menjelaskan bahwa orang yang bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, pastilah dia akan diberi rezeki. Bagaimana tidak, karena dia telah bertawakkal kepada Dzat Yang Maha Hidup yang tidak pernah mati. Abu Hatim Ar Razy berkata, “Hadist ini merupakan tonggak tawakkal. Tawakkal kepada Allah itulah faktor terbesar dalam mencari rezeki.” Karena itu, barangsiapa bertawakkal kepadaNya, niscaya Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mencukupinya. Allah berfirman yang ertinya, “Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendakiNya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Ath-Thalaq: 3). Ar Rabi’ bin Khutsaim berkata mengenai ayat tersebut, “Yaitu mencukupinya dari segala sesuatu yang membuat sempit manusia.”

Tawakkal Bukan Berarti Tidak Berusaha
Mewujudkan Tawakkal bukan berarti meniadakan usaha. Allah memerintahkan hamba-hambaNya untuk berusaha sekaligus bertawakkal. Berusaha dengan seluruh anggota badan dan bertawakkal dengan hati merupakan perwujudan iman kepada Allah Ta’ala.
Sebagian orang mungkin ada yang berkata, “Jika orang yang bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rizki, maka kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk dan bermalas-malasan, lalu rezeki kita datang dari langit?” Perkataan itu sungguh menunjukkan kebodohan orang itu tentang hakikat Tawakkal. Nabi kita yang mulia telah menyerupakan orang yang bertawakkal dan diberi reseki itu dengan burung yang pergi di pagi hari untuk mencari rezeki dan pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki sandaran apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakkal kepada Allah Yang Maha Esa sebagai tempat bergantung.
Para ulama -semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik kebaikan- telah memperingatkan masalah ini. Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata: “Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan meninggalkan usaha, sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rezeki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka bertawakkal kepada Allah dalam bepergian, kedatangan dan usaha mereka, dan mereka mengetahui bahwa kebaikan (rezeki) itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut.” (Tuhfatul Ahwadzi, 7/8)
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau di masjid seraya berkata, Aku tidak mau bekerja sedikitpun, sampai rezekiku datang sendiri. Maka beliau berkomentar, Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi ShollAllahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah telah menjadikan rezekiku dalam bayang-bayang tombak perangku (baca: ghonimah)’. Dan beliau juga bersabda, ‘Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah memberimu rezeki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.’ (Hasan Shohih. HR.Tirmidzi). Selanjutnya Imam Ahmad berkata, Para sahabat juga berdagang dan bekerja dengan mengelola pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita.” (Fathul Bari, 11/305-306)
Kalau kita mau merenungi maka dapat kita katakan bahwa pengaruh tawakkal itu tampak dalam gerak dan usaha seseorang ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya. Imam Abul Qasim Al-Qusyairi mengatakan, “Ketahuilah sesungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak lahiriah maka hal itu tidak bertentangan dengan tawakkal yang ada di dalam hati setelah seseorang meyakini bahwa rezeki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena takdir-Nya. Dan jika terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan dariNya.” (Murqatul Mafatih, 5/157)
Diantara yang menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah sebuah hadits. Seseorang berkata kepada Nabi ShollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal ?” Nabi bersabda, “Ikatlah kemudian bertawakkallah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan Al Albani dalam Shohih Jami’ush Shoghir). Dalam riwayat Imam Al-Qudha’i disebutkan bahwa Amr bin Umayah RadhiyAllahu ‘anhu berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasululloh!! Apakah aku ikat dahulu unta tungganganku lalu aku berTawakkal kepada Allah, ataukah aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?’, Beliau menjawab, ‘Ikatlah untamu lalu bertawakkallah kepada Allah.” (Musnad Asy-Syihab, Qayyidha wa Tawakkal, no. 633, 1/368)
Tawakkal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Hendaknya setiap muslim bersungguh-sungguh dan berusaha untuk mendapatkan penghidupan. Hanya saja ia tidak boleh menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras dan usahanya, tetapi ia harus meyakini bahwa segala urusan adalah milik Allah, dan bahwa rezeki itu hanyalah dari Dia semata.
***
Sumber: Buletin At-Tauhid
Penulis: R. Indra Pratomo P.
Artikel www.muslim.or.id

SISTEM PENGURUSAN SEKOLAH (SPS)