JOM BOOKCAFE

Jumaat, 11 Julai 2014

ADAB-ADAB PUASA


Oleh: Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

12. Adab-Adab Puasa
Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk memperhatikan beberapa adab berikut ini:

a. Makan Sahur
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةً.

"Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah."[1]

Dan telah terhitung makan sahur walaupun hanya dengan seteguk air, berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

تَسَحَّرُوا وَلَوْ بِجُرْعَةِ مَاءٍ.

“Makan sahurlah kalian meski hanya dengan seteguk air.” [2]

Disunnahkan untuk mengakhirkan makan sahur, sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, dia berkata, “Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, setelah itu beliau langsung berangkat shalat. Aku bertanya, ‘Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?’ Dia menjawab, 'Kira-kira sama seperti bacaan 50 ayat.’” [3]

Jika adzan telah terdengar dan makanan atau minuman masih di tangannya, maka boleh ia memakan atau meminumnya, berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; 

إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَاْلإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ.

“Barangsiapa di antara kalian yang mendengar adzan (Shubuh) dan bejana (makanan) masih di tangannya, maka janganlah ia menaruhnya sebelum ia menyelesaikan makannya." [4]

b. Menahan diri dari pembicaraan yang tidak bermanfaat dan kata-kata kotor, atau yang semisal dengannya dari hal-hal yang bertentangan dengan tujuan puasa

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا كَانَ يَوْمَ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ وَلاَ يَجْهَلْ, فَإِذَا شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَليَقُلْ إِنِّيْ صَائِمٌ.

“Jika pada hari salah seorang diantara kalian berpuasa, maka janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor, membuat kegaduhan dan tidak juga melakukan perbuatan orang-orang bodoh. Dan jika ada orang yang mencacinya atau menyerangnya, maka hendaklah ia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’” [5]

Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلِيْسَ ِللهِ حَاجَةٌ فِيِ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ.

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya, maka Allah tidak memerlukan orang itu untuk meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya).” [6]

c. Sifat dermawan dan memperbanyak bacaan al-Qur-an
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata, “Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan dan beliau akan lebih dermawan (dari hari-hari biasanya) pada bulan Ramadhan, ketika Jibril datang menemuinya dan adalah Jibril selalu datang menemuinya setiap malam dari malam-malam bulan Ramadhan, hingga Ramadhan selesai, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan al-Qur-an kepada Jibril. Dan di saat ia bertemu Jibril beliau lebih pemurah (lembut) dari angin yang berhembus dengan lembut.” [7]

d. Menyegerakan berbuka (ta’-jil)
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَزَالُ النّاَسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ.

“Umat manusia akan tetap baik selama mereka menyegerakan berbuka puasa.”[8]

e. Berbuka puasa dengan apa yang mudah didapatkan baginya dari hal-hal tersebut dalam hadits berikut
Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Nabi biasa berbuka dengan ruthab (kurma segar) sebelum mengerjakan shalat. Jika beliau tidak mendapatkan ruthab, maka beliau berbuka dengan beberapa buah tamr (kurma masak yang sudah lama dipetik) dan jika tidak mendapatkan tamr, maka beliau meminum air.”[9]

f. Berdo'a ketika berbuka puasa dengan do'a yang terdapat dalam hadits berikut ini
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jika berbuka puasa selalu membaca:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ.

“Telah hilang rasa haus dan telah basah urat-urat, serta telah ditetapkan pahala, insya Allah.” [10] 

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq 'alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/139, no. 1923), Shahiih Muslim (II/770, no. 1095), Sunan at-Tirmidzi (II/106, no. 703), Sunan an-Nasa-i (IV/141), Sunan Ibni Majah (I/540, no. 1692). 
[2]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2945)], Shahiih Ibni Hibban (no. 223, 884).
[3]. Muttafaq 'alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/138, no. 1921), Shahiih Muslim (II/771, no. 1097), Sunan at-Tirmidzi (II/104, no. 699), Sunan an-Nasa-i (IV/143), Sunan Ibni Majah (I/540, no. 1694).
[4]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 607)], Sunan Abi Dawud (VI/475, no. 2333), Mustadrak al-Hakim (I/426). 
[5]. Penggalan dari hadits: “Setiap amal anak Adam adalah untuknya sendiri...” dan telah berlalu takhrijnya.
[6]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih al-Bukhari (no. 921)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (IV/116, no. 1903), Sunan Abi Dawud (VI/488, no. 2345), Sunan at-Tirmidzi (II/105, no. 702).
[7]. Muttafaq 'alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari I/30, no. 6), Shahiih Muslim (IV/1803, no. 2308).
[8]. Muttafaq 'alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/198, no. 1957), Shahiih Muslim (II/771, no. 1098), Sunan at-Tirmidzi (II/103, no. 695). 
[9]. Hasan shahih: [Shahih Sunan Abi Dawud (no. 2065)], Sunan Abi Dawud (VI/ 481, no. 2339), Sunan at-Tirmidzi (II/102, no. 692).
[10]. Hasan: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2066)], Sunan Abi Dawud (VI/482, no. 2340).

Jumaat, 27 Jun 2014

INTRODUCTION TO RAMADHAN BY DR ZAKIR NAIK





PROGRAM IHYA RAMADHAN DAN KEMPEN AKHLAK MULIA 2014


 VIDEO IHYA RAMADHAN 2014 :EDITOR CIKGU HUSZAIMI



Status Hadis Ramadhan : Keampunan, Rahmat & Bebas Neraka

Status Hadis Ramadhan : Keampunan, Rahmat & Bebas Neraka

Ada seorang ustaz yang mengatakan bahwa hadits tentang pembagian Ramadhan menjadi tiga itu dhaif. Padahal hadits itu popular sekali di tengah bulan Ramadhan. Kalau tidak salah bunyinya seperti ini:

Ramadhan itu awalnya adalah rahmat, tengahnya adalah maghfirah (ampunan) dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.

Pertanyaan saya adalah: Benarkah klaim ustaz tersebut? Dan kalau benar, apa status hadits itu? Bagaimana kita mensikapinya.
Demikian terima kasih banyak ustaz


JAWAPAN OLEH Ust. H. Ahmad Sarwat, INDONESIA

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Hadits yang anda tanyakan kedudukannya itu memang sangat popular di tengah masyarakat, khususnya selama bulan Ramadhan. Dengan hadits itu, para penceramah banyak mengajak orang-orang agar memanfaatkan bulan Ramadhan untuk khusyu' beribadah, agar mendapatkan tiga hal tersebut. Yaitu rahmah dari Allah, ampunan-Nya serta pembebasan dari neraka.
Namun menarik sekali apa yang disampaikan oleh ustaz yang antum ceritakan bahwa ternyata menurut beliau hadits itu bermasalah dari sanad dan kekuatannya jalur periwayatannya. Betulkah?

Kami berupaya membolak balik beberapa literatur serta tulisan dari para ulama ahli hadits terkait dengan haditsi ini. Kami menemukan huraian yang menarik dari seorang ustadz ahli hadits di Indonesia, yaitu Al-Ustadz Prof. Ali Mustafa Ya'qub, MA.

Menurut beliau, hadits itu memang bermasalah dari segi periwayatannya. Sebenarnya hadits ini diriwayatkan tidak hanya lewat satu jalur saja, namun ada dua jalur. Sayangnya, menurut beliau, kedua jalur itu tetap saja bermasalah.

Jalur Pertama

Salah satu jalur periwayatan haditsi ini versinya demikian:

أول شهر رمضان رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار

Ertinya : Bulan Ramadhan, awalnya rahmah, tengah-tengahnya maghfirah dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka.

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-'Uqaili dalam kitab khusus tentang hadits dha'if yang berjudul Adh-Dhu'afa'. Juga diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitabnya Tarikhu Baghdad. Serta diriwayatkan juga oleh Ibnu Adiy, Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir.

Mereka Yang Mendhaifkan

Adapun para muhaddits yang mempermasalahkan riwayat ini antara lain:

1. Imam As-Suyuthi

Beliau mengatakan bahwa hadits ini dhaif (lemah periwayatannya).

2. Syeikh Al-Albani

Beliau mengatakan bahwa riwayat ini statusnya munkar. Jadi sebenarnya antara keduanya tidak terjadi pertentangan. Hadits munkar sebebarnya termasuk ke dalam jajaran hadits dhaif juga. Sebagai hadits munkar, dia menempati urutan ketiga setelah hadits matruk (semi palsu) dan maudhu' (palsu).

Sementara sanadnya adalah:

1. Sallam bin Sawwar

2. dari Maslamah bin Shalt

3. dari Az-Zuhri

4. dari Abu Salamah

5. dari Abu Hurairah

6. dari nabi SAW

Dari rangkaian para perawi di atas, perawi yang pertama dan kedua bermasalah. Yaitu Sallam bin Sawwar dan Maslamah bin Shalt.

Sallam bin Sawwar disebut oleh Ibnu Ady, seorang kritikus hadits, sebagai munkarul hadits. Sedangkan oleh Imam Ibnu Hibban, dikatakan bahwa haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah (pegangan), kecuali bila ada rawi lain yang meriwayatkan haditsnya. Perkataan Ibnu Hibban ini bisa kita periksa dalam kitab Al-Majruhin.

Sedangkan Maslamah bin Shalt adalah seorang yang matruk, sebagaimana komentar Abu Hatim. Secara etimologis, matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut terminologi hadits, hadits matruk adalah hadits yangdalam sanadnya ada rawi yang pendusta. Dan hadits matruk adalah 'adik' dari hadits maudhu' (palsu).


Bezanya, kalau hadits maudhu' itu perawinya adalah seorang pendusta, sedangkan hadits matruk itu perawinya sehari-hari sering berdusta. Kira-kira hadits matruk itu boleh dibilang semi maudhu'.

Kesimpulan

Kesimpulannnya, haditsi ini punya dua gelar.

Pertama, gelarnya adalah hadits munkar karena adanya Sallam bin Sawwar.

Gelar kedua adalah hadits matruk karena adanya Maslamah bin Shalt.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

KOMEN UST ZAHARUDDIN

Jawapan yang diberi adalah benar, saya telah melakukan semakan juga, dan hasilnya adalah sama. Hadith tersebut adalah kurang kuat dan elok tidak dijadikan bahan ceramah, atau jika ingin pun, diletakkan dihujung-hujung dan disebut jelas ia adalah hadis yang diragui.

Memang benar, terdapat hadis lain seperti yang diriwayatkan oleh Ibn Khuzaymah dalam kitab sohihnya, tetapi beliau sendiri meraguiinya apabila menyebut di awal bab itu,

إن صح الخبر

Ertinya : "Jika sohih khabar ini" ( Rujuk ibn Khuzaymah)

Imam Ibn Hajar al-Hathami memberi komentar setelah membawakan hadis panjang lebar yang mengandungi maksud petikan hadis pendek tadi, berkata :-

وفي سنده من صحح وحسن له الترمذي لكن ضعفه غيره ومن ثم ذكره ابن خزيمة في صحيحه وعقبه بقوله إن صح

Ertinya : "tentang sanadnya, terdapat mereka yang mensohihkannya, dan mengganggapnya hasan seperti Imam Tirmidzi, tetapi ia dianggap lemah orang ulama selain mereka, Ibn khuzaymah menyebutnya dalam kitab sohihnya tetapi diakhiri dengan katanya : sekiranya sohih" ( Az-Zawajir, Ibn Hajar Al-haithami, 1/384 )

Saya juga tidaklah hairan mengapa para penceramah dan sebahagian ulama kerap menggunakannya, ini adalah kerana hadis ini memang terdapat dalam agak banyak kitab-kitab arab silam samada Fiqh dan hadis tanpa dijelaskan kedudukan dan taraf kekuatannya , antaranya seperti berikut :-

1) I'anah at-Tolibin, 2/255;

2) Tabyin al-haqaiq, 1/179;

3) Syarah Faidhul Qadir, 1/469 ;

4) Targhib wa at-tarhib, 2/58

Apapun, yang lebih penting, banyak lagi ayat al-Quran dan hadith sohih serta hasan berkenaan puasa yang boleh dijadikan modal ceramah para penceramah.

Sebagai akhirnya ini adalah hadis yang panjang riwayat Ibn Khuzaymah yang dikatakan jika sohih olehnya sendiri, tetapi ianya telah dikomen oleh Imam Al-Ayni dalam kitab 'Umdah Al-Qari' sebagai munkar juga. Berikut petikannya :-

خطبنا رسول الله آخر يوم من شعبان فقال يا أيها الناس إنه قد أظلكم شهر عظيم شهر مبارك فيه ليلة خير من ألف شهر فرض الله صيامه وجعل قيام ليله تطوعا فمن تطوع فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه ومن أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة وهو شهر الصبر والصبر ثوابه الجنة وهو شهر المواساة وهو شهر يزاد رزق المؤمن فيه من فطر صائما كان له عتق رقبة ومغفرة لذنوبه قيل يا رسول الله ليس كلنا نجد ما يفطر الصائم قال يعطي الله هذا الثواب لمن فطر صائما على مذقة لبن أو تمرة أو شربة ماء ومن أشبع صائما كان له مغفرة لذنوبه وسقاه الله من حوضي شربة لا يظمأ حتى يدخل الجنة وكان له مثل أجره من غير أن ينقص من أجره شيئا وهو شهر أوله رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار ومن خفف عن مملوكه فيه أعتقه الله من النار ) ولا يصح إسناده وفي سنده إياس قال شيخنا الظاهر أنه ابن أبي إياس قال صاحب ( الميزان ) إياس بن أبي إياس عن سعيد بن المسيب لا يعرف والخبر منكر


Sekian, terima kasih.

Sumber

http://www.zaharuddin.net/

12 Ramadhan 1427 H